Hilangnya capung dan perubahan iklim

Friday, April 15, 2022

 


Tahun 90-an, aku tinggal di daerah pinggiran Jakarta utara dekat dengan muara, deretan hutan lindung mangrove, dan tambak ikan. Masih teringat jelas, setiap sore di musim panas bersama teman-teman di lapangan sekolah dekat rumah, kami bermain dan berlarian untuk mengejar ratusan capung yang terbang dan menangkapnya untuk kemudian dikumpulkan dan dilepas Kembali. Permainan yang sangat menyenangkan untuk anak kecil pada masanya.
Terkadang nih, jika beruntung kami juga akan menemukan capung berwarna jingga dan merah. Capung jenis ini lebih besar dan cepat terbangnya, sehingga susah untuk ditangkap. Ada juga capung jarum berwarna biru kecil dengan ekor tipis yang lebih langka dibandingkan kedua jenis capung sebelumnya. Senang sekali kalau bisa menangkapnya, terasa seperti mendapatkan pokemon legenda.

source: canva pro edited


Setiap sore, selain ratusan capung biasanya aku juga menunggu-nunggu sekumpulan burung bangau yang terbang di langit membentuk formasi seperti mata panah yang melesat. Aku juga suka duduk di atas tembok pembatas melihat riak-riak kecil di tambak ikan dan menghirup udara asin dari laut. Tidak disangka ya, 20 tahunan lalu Jakarta sangat menyenangkan bagi seorang anak kecil. Masih bisa belajar banyak dari alam, masih bisa melihat hal-hal menakjubkan tanpa perlu keluar uang.

Tahun berganti, setiap musim panas datang aku mulai menyadari kalau populasi capung semakin sedikit dan perlahan menghilang. Yang awalnya kumpulan capung bisa ratusan memenuhi lapangan, semakin lama hanya hitungan jari yang tersisa. Tidak ada lagi kegiatan menangkap capung di sore hari.

Selain itu karena sering banjir akibat permukaan air laut yang naik setiap tahunnya, tambak-tambak ikan pun mulai hancur dan terbengkalai. Tempat para bangau mencari makan mulai berkurang, akhirnya jarang pula kutemukan pemandangan indah di langit biru berupa gugusan bangau terbang menuju sarang-sarangnya. Kemana mereka semua pergi?

source: canva pro edited


Capung adalah serangga yang sensitif dengan perubahan loh, dan menurut beberapa ahli capung dunia dan Indonesia, meningkatnya suhu air akibat perubahan iklim inilah yang menyebabkan mereka susah berkembang biak karena air adalah habitat utama mereka. Karena suhu air yang menghangat, fase kehidupan mereka saat masi berupa telur dan nimfa pun terganggu, perlu diketahui telur dan nimfa capung hidup di perairan dan bergantung pada kualitas air di lingkungan mereka tinggal.

Seperti yang kita ketahui, suhu bumi memang semakin meningkat jika dibandingkan dengan keadaan 10-20 tahun yang lalu. Bahkan untuk tahun 2022 ini Badan Meteorologi Inggris (MET office) memprediksi kenaikan suhu akan meningkat melebihi tahun 2015-2016 yang telah tercatat sebagi tahun terpanas dengan kenaikan suhu melebihi 1 derajat selsius. Duh, kalau begini terus bisa-bisa akan lebih banyak jenis serangga selain capung yang menurun populasinya bahkan diambang kepunahan. Ini bisa mengancam penurunan hewan-hewan lainnya dalam rantai makanan mereka seperti yang terjadi di hutan tropis Amerika Tengah, dan tentu saja manusia pun akan terkena dampaknya dalam bidang pertanian dan perkebunan.

Kecil asal konsisten

Sebenernya, dalam setiap forum COP UNFCCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) para perwakilan bangsa-bangsa telah menyepakati perjanjian untuk saling bekerjasama menurunkan suhu bumi yang terus naik, seperti mengurangi emisi rumah kaca dari penggunaan batubara dan sebagainya. Tapi bukan berarti, kita sebagai orang awam tidak bisa ikut serta dalam kampanye pengurangan emisi ini loh. Justru, kampanye hemat energi untuk menekan perubahan iklim harus dimulai dari diri sendiri dengan langkah kecil yang konsisten.

source: UNFCCC

Beragam cara bisa kita lakukan untuk berkontribusi menurunkan kenaikan suhu bumi, ga perlu bingung mulai kampanye hemat energi darimana, karena dalam website #teamUpForImpact punya beragam kampanye kecil setiap hari yang bisa kita ikuti setiap bulannya selama tahun 2022 ini. Berikut adalah 3 contoh langkah kecil #UntukmuBumiku dalam mengurangi emisi karbon yang mulai aku terapkan dalam kehidupan sehari-hari agar semakin membaik di masa depan.

Tidak membeli makanan/minuman kemasan dalam satu hari pilihan

Salah satu Langkah paling kecil adalah menahan diri untuk tidak membeli sesuatu yang sebenarnya bisa kita sediakan sendiri seperti makan dan minuman. Menyiapkan makanan sendiri saat akan berpergian tidak hanya menghemat cashflow tapi juga bisa menjadi langkah awal menyelamatkan bumi. Membawa bekal makanan kesukaan bisa menjadi pilihan, atau jika memang ingin membeli kita bisa membawa wadah tertutup dari rumah.

Mengurangi pemakaian listrik selama 2 jam

Kampanye kecil ini sudah sering aku lakukan tiap kali keluar rumah. Cabut semua colokan listrik yang tidak terpakai. Selain menghemat daya ternyata bisa membantu mengurangi emisi karbon. Kabel listrik yang tidak terpakai tapi masih menempel stop kontak, merupakan vampire energi yang akan menyerap cukup banyak pemakaian listrik.

cabut colokan listrik tak terpakai dari stop kontak


Tidak menggunakan tissue

Daripada menggunakan tissue sekali pakai yang berpotensi merusak bumi pada proses produksinya, mulailah berinvestasi dan memakai sapu tangan atau lap yang bisa dicuci ulang. Aku membuat lap-lap kecil dari potongan kaos dan baju bekas untuk membersihkan sisa-sisa makanan dan minuman pada meja makan dan dapur.

Lakukan yang kita bisa

Anak-anak kita atau generasi selanjutnya mungkin memiliki banyak hal saat ini dibandingkan kita di masa lalu. Tapi, bayangkan kalau mereka tidak bisa lagi menikmati keindahan alam dan keragaman hayati akibat pemanasan global. Hanya bisa melihat beragam serangga seperti capung dari layar dan buku ensiklopedia. Jelas, aku sebagai orangtua ga mau hal ini sampai terjadi, tentunya kalian juga kan? Yuk mulai sekarang lakukan hal yang kita bisa untuk menahan naiknya pemanasan global yang akan memicu perubahan iklim, lakukan hal sederhana dimulai dari diri sendiri.



sumber bacaan:


No comments:

Post a Comment