Cerita tentang pernikahan

Wednesday, August 27, 2014


Tepat di bulan Mei tangal dua puluh enam lalu saya resmi jadi seorang istri dari Fahmi Iqbaldi. Akad nikah kami diadakan di rumah saya, sementara resepsinya berlangsung di sebuah gedung dekat rumah. Alhamdulillah, proses acaranya berjalan lancar dan khidmat.

Saya sangat bersyukur mengingat pernikahan kami memanglah sesuatu yang saya tunggu di satu tahun kebersamaan dengan title “pacaran”. Ya. Kami memang baru satu tahun pacaran saat Fahmi mengutarakan akan membawa keluarganya ke rumah saya untuk berkenalan.

Saat perkenalan, masing-masing keluarga kami menyadari bahwa saya dan Fahmi belum cukup “mapan” untuk berlabuh dalam biduk pernikahan (ecie bahasanya). Saya yang hanya seorang pengajar di sekolah swasta di Jakarta, sementara Fahmi yang juga merupakan guru olahraga di salah satu SMA negeri di Pekalongan, juga memiliki kendala dalam jarak (dari awal pacaran kami memang sudah LDR-an sih) yang akhirnya saya putuskan dengan mantap untuk menghilangkan kendala tersebut dengan resign dari pekerjaan jika menikah nanti dan langsung pindah lalu ikut suami di Pekalongan.

Tetapi, entah karena memang kasihan melihat anak-anaknya sudah mupeng banget ingin menikah (HAHAHA) atau memang ingin sekali melihat kami menikah, keluarga pun menyetujui dan bahkan menyegerakan pernikahan tersebut. Dengan keyakinan penuh didalam hati kami masing-masing bahwa Allah akan membantu dan mencukupkan pasangan yang menikah dengan niat baik karena-NYA.

Proses dari acara lamaran yang berlangsung di bulan Desember sampai ke acara inti-akad nikah di bulan Mei, kami persiapkan sambil membereskan pekerjaan-pekerjaan di sekolah yang belum selesai. Belum lagi, karena saya masih mengajar di Jakarta, bolak-balik antar Jakarta-Pekalongan tiap bulan saya lakukan. Bahkan, urusan membeli seserahan dan seragam nikah pun mencarinya di dua kota tersebut.
Sekali lagi saya bersyukur karena sekarang dua bulan telah berlalu sejak kami sah menjadi pasangan di hadapan Allah.

Sebagai pengantin baru atau newly married couple wajar rasanya merasakan kegembiraan yang agak berlebihan J. Tiap hari bikin status tentang kebersamaan bareng suami lah, ngeposting foto sedang berduaan saat bulan madu lah, dan segudang kegiatan yang bikin sebel temen yang belum menikah lainnya. Tapiii, harap maklum ya namanya juga pengantin baru, perasaan gembiranya saya rasakan sendiri memang agak lebay.

Dulu, waktu saya belum menikah juga agak merasa risih tiap melihat postingan teman yang pamer kebersamaan bareng suaminya. “dasar pengantin baru” itu pikiran jahat saya, “iya sih baru menikah tapi biasa aja keleuuss”. HAHAHA, ternyata cemoohan saya balik lagi ke diri sendiri karena akhir-akhir ini saya pun sering pamer sana-sini kalau lagi bareng suami. Semacam karma, karena mungkin saja ada satu-dua teman yang risih saat membaca status dan melihat postingan foto saya.

Sebenarnya, apa yang di-share oleh kami di dunia maya sebagai pengantin baru adalah symbol rasa bahagia dan bersyukur. Memang, saya akui setelah menikah apa yang saya lakukan berdua dengan suami terasa lebih seru dibanding saat pacaran dulu entah itu menonton bioskop atau sekedar makan malam di emperan kaki lima. Keseruan itulah yang benar-benar saya syukuri dan membuat perasaan jadi lebih bahagia sehingga timbul ide untuk membaginya melalui postingan-postingan dalam media sosial. Benar-benar tanpa maksud pamer atau sok eksis.

Selama ini, saya tidak jauh berpikir apakah kebersamaan pasangan menikah yang di-share di media sosial mengganggu teman-teman yang belum menikah. Hingga suatu saat saya membaca status-status teman yang belum menikah tentang kegundahan hatinya. Belum lagi ketika saya tidak sengaja menangkap tulisan teman yang kecewa saat pasangannya belum juga melamar.

Saya sendiri tidak serta merta menghubungkan, bahwa kegembiraan para pengantin baru memberi efek  kegalauan berlebih pada teman yang belum menikah. Sungguh ironis kalau begitu adanya, karena secara pribadi saat saya belum menikah dulu tidak pernah terbesit kegalauan yang berlebih ketika seorang teman dekat menikah. Saya bahagia melihat mereka menikah, Cuma ya agak sebel kalo membaca status “berduaan”nya. Lebay banget lah ya.

Bagi saya waktu dulu ketidak galauan berlebih bukanlah bentuk rasa “bodo amat lah mau menikah kek mau enggak kek”-nya seorang wanita yang masih sendiri. Tidak galau berarti kita sabar menunggu jodoh yang sudah di tetapkan Allah. Saya sendiri melihat contoh langsung dari kakak perempuan saya yang menikah saat umurnya menginjak 27 tahun. Dia adalah seorang wanita yang hebat menurut saya, karena kesabarannya menunggu dan kerapihannya menjaga perasaan galau.

Pada akhirnya, kakak saya pun menikah bukan, dan bagaimana dia bertemu dengan jodohnya sungguh merupakan kisah yang menurut saya “still a better love story than twilight”.

Kisah nyata yang saya liat dari seorang kakak perempuan itulah yang selama belum menikah saya pegang erat-erat. Keyakinan penuh terhadap janji Allah, bahwa setiap mahluk hidup di dunia ini diciptakan berpasangan, saya jadikan pelipur hati saat gundah melanda. Karena, dalam perjalanan untuk menikah pun saya memiliki kisah yang membutuhkan kesabaran dan penerimaan dengan lapang dada.

Sebenarnya saya juga ingin melihat semua teman wanita yang saya kenal bisa merasakan asyiknya menikah muda. Tapi memang Allah sudah merancang dengan apik takdir dari tiap manusia. Saat ini, saya berusia dua puluh empat tahun dengan suami yang memiliki usia yang sama, lain lagi kisahnya dengan teman yang sebaya namun masih mengejar mimpi hingga keluar negeri.

Setiap manusia, laki-laki dan wanita memiliki jalannya sendiri. Teman, sesunguhnya kegundahan kalian yang belum menikah membuat saya tidak enak hati lagi memposting ini-itu tentang kebersamaan dengan pasangan karena takutnya membuat kalian bertambah galaunya. Sekali lagi, sebenarnya tanpa bermaksud pamer saya pribadi sedang menunjukan bahwa kegembiraan versi yang baru menikah terkadang sederhana saja seperti makan siang yang ditemani suami. Suatu kegembiraan yang terkadang diremehkan saat masih belum menikah. Secara pribadi menikah memang membuat saya merasa mudah mensyukuri hal-hal kecil . indah kan?

Sekedar motivasi bagi teman-teman yang sudah ada calonnya tetapi sedang bingung ingin menikah kapan. Mungkin dengan adanya postingan saya dan para pengantin baru lainnya makin memantapkan hati untuk menyegerakan pernikahannya. Ikutlah berbahagia dengan teman-teman yang sudah menikah, saya yakin doa dan ucapan dari teman-teman saat pesta pernikahan yang berharap bahwa saya akan berbahagia di kehidupan baru bersama suami juga akan berbalik kepada si pendoa-nya. Dan saya yakin juga, teman-teman yang lebih baik dan cantik di waktu yang tepat akan menikah dan berbahagia juga dengan pasangannya masing-masing.  


with love,

Zia

No comments:

Post a Comment