Membangun dunia paralel
Tuesday, April 15, 2014
Cerita di Candradimuka
Friday, April 4, 2014
Ini hari jumat, dan seperti biasa anak-anak pulang jam 11. Tinggal 1 orang sih yang belum. Aulia namanya, langganan dijemput paling telat, paling lama, bikin semua guru harus menunggu sampai jam satu atau dua. Padahal ga ada rapat. :(
Sebenernya sih aku ga terlalu keberatan untuk nungguin Aulia, karena guru-guru yang lain juga ikutan. Tapi ya kadang pengen juga pulang cepet, biar ga kejebak macet. You know lah, Jakarta kalau sore. Tapi kalau lagi mujur, di masa-masa menunggu gini, pak Kepsek terkadang nraktir kami, and you know, hari ini aku sedang nungguin nasi bakar + sayur asem plus pepes ikan mas. :9
Sambil nungguin Aulia, biasanya aku mainan handphone, liat-liat video, denger musik, dan segenap kegiatan ga jelas lainnya. Tapi hari ini aku mau menulis disini.
Mengingat-ingat waktuku ngajar di sekolah ini kurang-lebih tinggal sebulan lagi-yes, i'm going to resign-aku jadi ingin cerita sedikit tentang Candradimuka Special Needs School ini dan anak-anak luar biasa didalamnya.
Jadi, aku sudah mengajar di Candradimuka sekitar satu tahun beberapa bulan terhitung sejak September 2012. Waktu itu aku belum wisuda, pokoknya selesai ujian skripsi aku langsung ke Jakarta. mengadu nasib. :v
Awalnya aku ditawarin jadi guru disini sih sempet ragu-ragu juga. Bahasa Inggris memang jurusanku, tapi kalau mengajar bahasa Inggris untuk anak-anak autis?? hemmm.. aduh gimana yaa.. takut lah jelas. Aku takut kurang sabar, kurang bisa mengerti polah mereka, dan takut-takut lainnya. Tapi aku tidak takut mencoba, jadi, aku ambil tawaran tersebut dan datang ke sekolah ini.
Dari luar sekolahnya terlihat kecil. layaknya bangunan rumah biasa. tidak tingkat, tidak ada lapangan, tidak ada tiang bendera. Pokoknya tidak terlihat seperti sekolah secara umum. Ya iyalaaah, orang ini sekolah khusus. hahaha. Yes, ini sekolah khusus untuk Special Needs Children. Kebanyakan muridnya adalah anak-anak dan remaja dengan autis. Anak-anak spesial. Anak-anak yang luar biasa.
Pertama masuk loby, aku tertarik dengan piano dengan patung kepala Bethoven di atasnya-yang ternyata sering banget dimainin Edgar untuk pentasnya-lalu lukisan dan karya anak-anak lainnya. Tampaknya tempat ini cukup menyenangkan. :)
Begitu saja dan dimulailah petualanganku di Candradimuka Special Needs School.
Sekolah ini masih memiliki 8 orang siswa saat itu. Ada adek Arfi yang paling kecil, Lutfi yang pengetahuan sosialnya paling oke, Agra yang suka senyum-senyum, lalu 4 sekawan Aulia, Renzky, Gery, & Raihan yang saat itu kelas 10. Kemudian, ada Emir dan Edgar yang paling besar.
Semuanya laki-laki karena memang presentase anak dengan autisme antara laki-laki dan perempuan, lebih banyak laki-laki.
Beberapa hari mengajar di Candradimuka aku mulai merasa betah dan nyaman. Mungkin karena jumlah siswa dan guru hanya sedikit, sehingga aku bisa dengan mudah berbaur dan akrab, mengingat aku cukup susah bergaul kan.
Lalu kemudian, sekolah ini mulai kedatangan dua murid baru, ada Aldi si aktif dan Danu yang lebih kecil dari Arfi. Tambah seru, tambah rame.
Aku inget sebelum menerima tawaran mengajar disini, aku punya beberapa ketakutan perihal polah anak-anak dengan autisme. Bagaimana kalau aku tidak bisa menangani waktu si anak tantrum? Bagaimana kalau aku tidak bisa membuat mereka paham dengan materi?
Tapi memang ketakutan akan muncul sewaktu kita belum mencoba. Nah, ketika aku mulai mengajar, akhirnya perlahan-lahan rasa takutnya hilang diganti dengan pemahaman baru yang membuat aku bersyukur bisa mendapatkannya karena mencoba.
Walaupun begitu, sesekali muncul juga kejadian-kejadian yang mengagetkan. Dulu, aku sempat mengajar Arfi untuk motorik halus mewarnai, karena belum tau dengan jelas kebiasaannya, aku malah nyuruh arfi mewarnai dengan cepat. Alhasil dia tantrum, dan aku kena juga dipukul-pukul tangannya. :D
Kemudian ada Aldi yg terlalu aktif, mungkin karena belum terlalu nyaman dengan sekolah barunya dia pun lumayan sering cemas dan tantrum. Sempet juga ngerasain ketendang dan kejambak. Selain itu banyak juga kejadian-kejadian lainnya, yang terkadang bikin shock sampe nangis.
Namun, sakitnya jadi korban tantrum itu ga ada apa-apanya dengan rasa seneng mengajar mereka. Mereka lebih dari sekedar siswa. Anak-anak justru guru bagi kehidupanku.
Selama bekerja disana aku jadi sering berpikir bahwa Allah itu sungguh adil dan penyayang, sementara manusia entah kenapa sedikit sekali bersyukur. Selain itu kita sering sekali tidak peka.
Setiap tiga bulan sekali keluarga Candradimuka biasa melakukan fieldtrip. Selama aku disana, kami sudah jalan-jalan ke beberapa taman wisata umum, museum, dll. Bahkan kami pernah menginap di villa. Selama kegiatan, anak-anak full hanya didampingi guru. Tidak ada orangtua, keluarga, mereka cukup tertib dan mandiri. Sering dalam kegiatan kami bertemu orang-orang yang awam dengan autisme atau anak berkebutuhan khusus lainnya. Mereka menatap dengan aneh, tertawa mengejek, dan bertanya dengan kurang sopan. Mungkin mereka memang tidak tau atau tidak peka. Itulah kenapa kita harus banyak membaca dan belajar, jelas supaya banyak tau dan berlaku yang sepantasnya.
Kalau hanya menatap dengan aneh itu sudah biasa, dan tidak perlu dipermasalahkan lagi, tapi kalau ada yang bertanya "anak kaya begitu ngapain sekolah sih?" "Mereka kan ga bisa ngapa-ngapain." Aku gemes juga. Walau begitu aku pun memaklumi jika pertanyaan tsb diajukan oleh orang-orang tua dan orang yang terlihat minim informasi. Yang jelas, aku juga tambah sadar kalau ternyata Allah menciptakan orang dengan kelebihannya masing-masing yang fungsinya adalah menutupi kekurangan saudara-saudaranya, bukan?
Alhamdulillah saat ini, Candradimuka bertambah lagi siswanya. Sekarang ada Rizky yang suka banget maen internet, Ivan yang manis, si pintar Basit, dan Angga yang masih jarang berkomunikasi. Tiap hari ada asja polah lucu salah satu dari mereka yang bisa bikin aku semangat, dan ketawa terus. Mengajar memang candu, seperti yang pernah aku bilang. Apalagi kalau muridnya menyenangkan. Namun sayangnya, sebentar lagi Insyaallah aku harus resign dari sekolah ini. Walau begitu tetaplah yaa kenangannya masih teringat.
Aku sangat berterimakasih dengan keluarga Candradimuka, karena telah mengisi sebagian hidupku dengan cerita-cerita tentang kekeluargaan, persahabatan, kasih sayang, dan kreatifitas dari sudut yang berbeda. Aku jelas belajar cukup banyak disini, dan aku telah mengambil cukup pengalaman dari yang kubutuhkan untuk masa depanku.
Jadi baiklah, sebulan kedepan aku akan lebih menikmati bekerja disini. Apalagi hari jumat ini, tidak apa-apa pulang sedikit sore. Mungkin malah kalau sudah resign aku akan merindukan saat-saat seperti ini. Tidak ada yang tau kaaan..
Fauzia